A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia perlu mengetahui dan akan selalu ingin mengetahui hal yang berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi dalam sejarah hidupnya. Selama manusia hidup maka mereka akan terus menerus menggali gejala gejala tersebut dalam rangka memenuhi nafsu keingintahuannya. Hal ini sudah menjadi dasar dari sifat manusia bahwa manusia tak akan pernah puas terhadap sesuatu sehingga perlu untuk menggali lebih dalam terhadap suatu gejala yang ajeg. Pembahasan yang mendalam terhadap suatu yang ajeg itulah yang manusia katakan sebagai ilmu.
Sehingga manusia memandang ilmu adalah sesuatu yang memiliki peranan yang penting dalam hidup manusia dalam rangka memecahkan masalah-masalah hidupnya.
Bersandar pada pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia, maka kebenaran suatu ilmu menjadi pembahasan yang penting dalam kaitan ilmu yang secara praktis diharap mampu memecahkan masalah-masalah manusia dalam kehidupannya. Oleh karena itu, selain
dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu, kami juga
tertarik untuk mencoba melakukan pendekatan yang bersifat pembahasann terkait
kebenaran ilmu.
Rumusan masalah dalam tulisan ini, yaitu:
1. Apa Pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia?
2. Apa sajakah teori-teori kebenaran?
3. Bagaimana ukuran kebenaran?
Sehingga tujual dibuatnya tulisan ini adalah:
1. Mengetahui pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia
2. Mengetahui Teori-teori kebenaran
3. Mengetahui ukuran suatu kebenaran
B. Pentingnya Ilmu Bagi Manusia
Di dalam hidupnya manusia pada dasarnya mempunyai tugas yaitu untuk mengerti segenap gelaja hidup yang ditemuinya dalam perjalanan sejarah hidupnya. Hal ini muncul karena sesungguhnya manusia tidak pernah puas terhadap pengetahuan yang telah diperolehnya dalam arti pengetahuan yang berjalan sehari-hari yang berjalan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Oleh karena itu manusia ingin mencari kepuasan yaitu melalui pembahasan yang mendalam terhadap gejala yang ajeg, walaupun tak ada satu metode pun baik formal maupun informal yang menyatakan bagaimana cara memulai, apa yang harus dilakukan, dan menarik kesimpulan apa yang harus dicari dalam pengetahuan ilmiah. Namun manusia merasa bahwa ilmu adalah sesuatu yang merupaka hasil usaha manusia untuk memperadab dirinya.
Dengan berpangkal pada masalah bahwa ilmu adalah suatu pengetahuan untuk memperadab dirinya maka terdapatlah beberapa sikap terhadap ilmu, mengapa ilmu dirasa penting dalam hidupnya. Hal-hal itu antara lain:
1. Segi praktis, karena pemecahannya atau penyelesaiannya sangat berguna dalam kehidupan praktis, hal ini jika ilmu yang sebenarnya yang jelas jelas merupakan suatu yang jelas-jelas merupakan yang paling baik dari yang dimiliki sebagai pengetahuan.
2. Segi teoritik, manusia hampir tak punya sesuatu yang lebih baik dari ilmu dalam menerangkan atau menjelaskan kejadian-kejadian di sekelilingnya baik sosial maupun alami. Ilmu memberikan penjelasan pada manusia.
Perlu diperhatikan bahwa prinsip dari pentingnya ilmu adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam segala bidang. Oleh karena itu pengalaman manusia mengenai penyelidikan atau penelitian ilmiah diharapkan untuk dapat memberikan jawaban terhadap problema-problema yang mungkinkan muncul setiap saat., dan diharapkan mempu mengadakan perubahan yang bersifat besar dalam kehidupan manusia. Namun, ilmu untuk sebagian besar hanya memberikan pernyataan yang bersifat mungkin atau keadaan boleh jadi. Hal yang demikian menunjukkan bahwa ilmu bukanlah sesuatu yang pasti (kebenaran mutlak), dan jika manusia menemukan sesuatu yang pasti dimana penemuan itu menolak atau menentang apa yang dipertahankan suatu ilmu, maka ilmu itu perlu ditinjau kembali apakah ilmu itu masih relevan ataukan harus digugurkan. Jadi disini manusia dalam memperadap dirinya menganut fleksibilitas yang sesuai dengan hasil penemuan yang lebih akhir.
C. Teori-Teori Kebenaran
1. Teori Korespondensi
korespondensi paling awal dan paling tua yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoreles yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita ketahui dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek. Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme. Diantara pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey, dan Tarsky. Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Menurut teori korespondensi, suatu pernyataan dapat bernilai benar bila materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. atau dapat diartikan suatu kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Menurut teori ini, kebenaran dapat dibuktikan langsung melalui fakta-fakta yang dapat diinderai.
Sebagai contoh perhatikan pernyataan berikut ini “si A sedang mengalami depresi berat” dapat dipandang sebagai suatu pernyataan yang benar jika secara faktual memang si A sedang mengalami depresi berat”. Perhatikan pernyataan berikut “Jakarta adalah ibu kota Negara Republik Indonesia”. Pernyataan tersebut benar karena kenyataannya Jakarta memang ibu kota Negara Republik Indonesia. Kebenarannya terletak pada hubungan antara pernyataan dan kenyataan.
Di dalam Dictionary Of Philosophy, Dagobert D Runes menyebutkan kebenaran kerespondensi sebagai berikut: “the theory that the truth of propositons is determined by the existence of some one –one correspondence between the terms of the propositon and the elements of some fact”. Inti dari pernyatan terseut adalah kebenaran korespondensi adalah benarnya pemikiran karena terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Dalam hal ini relevansi dibuktikan dengan adanya kejadian yang sejalan atau yang berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan.
Bagi peganut positivisme dan positivisme – logis, menyebutka bahwa kebenaran seharusnya yang berkoresponding. Hal ini sesuai dengan dasar filosofisnya yag menyatakan bahwa proposisi yang benar manakala dapat diverifikasi. Adapun verifikasinya itu sendiri pada prinsipnya harus berdasarkan pada observasi. Hal ini diungkapkan oleh A. Ayer dalam karanganya yang berjudul “Language, Truth And Logic”.
2. Teori Koherensi
Teori Koherensi sudah ada sejak masa pra Sokrates, kemudian dikembangkan oleh Spinoza dan Hegel. Teori ini menganggap suatu pernyataan dikatakan benar jika didalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Atau dapat dikemukakan juga bahwa proporsi bernilai benar bila proporsi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan dari proporsi terdahulu yang bernilai benar dalam suatu pemikiran yang saling berhubungan secara logis sistematik. Jika teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
Sebagai contoh jika kita mempunyai pengetahuan tentang perang Diponegoro, maka dalam pembuktiannya kita tidak dapat melihat secara langsung melalui pengalaman indera melainkan kita harus membuktikan melalui hubungan proposisi-proposisi, yaitu dari proporsisi yang kita miliki dengan proposisi atau gagasan terdahulu yang merupakan satu sistem pemikiran yang saling berhubungan secara logis sistematik melalui cerita atau buku-buku sejarah atau melalui peninggalan sejarah yang mengungkap saat kejadian itu. Dengan demikian kebenaran itu diuji melalui kejadian-kejadian sejarah atau fakta-fakta sejarah.
Bentuk pengetahuan yang penyusunannya dan pembuktiannya didasarkan pada teori koheren adalah:
a. Matematika dan turunannya. Contoh: 4 + 4 = 8 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang sudah disepakati oleh komunitas matematika.
b. Proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi lain yang benar. Misalnya, mahasiswa yang baik: koheren antara kemauan belajar, disiplin, kejujuran intelektual, dan fasilitas lain.
c. Makna yang dikandung saling berhubungan dengan pengalaman kita. Misal, proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1954. Hal ini dapat dibuktikan melalui sejarah atau afirmasi kepada oarang yang mengalami/mengetahui kejadian ini.
d. Rumus: Truth is a systematic coherence, kebenaran adalah saling berhubungan yang sistematis dan truth is consitency, kebenaran adalah konsisiten dan kecocokan. Pernyataan dan kesimpulan yang ditarik konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan yang terdahulu. Jika A=B dan B=C, maka A=C. Misal, Jika semua akan mati dan Fulan adalah manusia, maka Fulan akan mati. Secara deduktif dibuktikan bahwa ketiga pernyataan adalah benar.
3. Teori Pragmatis
Pragmatism berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan. Pragmatism adalah aliran filsafat yang dikembangkan oleh William James, dan John Dewey. Teori kebenaran pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan dapat diukur dengan menggunakan kriteria fungsional.” Suatu pernyataan benar, jika pernyataan tersebut memiliki fungsi atau kegunaan dalam kehidupan praktis. Dengan kata lain benar-tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar dilihat dari realisasi proposisi itu. Dengan kata lain benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi. Kebenaran, kata Kattshoff, merupakan gagasan yang benar dan dapat dilaksanakan dalam suatu situasi. Sehingga kata kunci untuk teori ini ialah “dapat dilaksanakan” dan “berguna”. Jadi, para penganut teori ini mengatakan bahwa benar-tidaknya sesuatu tergantung pada dapat tidaknya proposisi itu dapat dilaksanakan, dan apakah proposisi itu berguna.
Ilustrasi teori ini menurut Dewey, dimisalkan kita sedang tersesat di tengah hutan. Kepada diri sendiri kita berkata dengan yakin bahwa “jalan keluarnya adalah ke arah kiri”. Pernyataan ini akan berarti jika kita benar-benar melangkah ke kiri. Selanjutnya, pernyataan ini benar apabila arah ke kiri itu pada akhirnya mengakibatkan konsekuensi positif, yaitu benar-benar dapat membawa kita keluar dari hutan. Jadi, kebenaran menurut pragmatisme ini bergantung kepada kondisi-kondisi yang berupa manfaat, kemungkinan yang dapat dikerjakan, dan konsekuensi yang memuaskan.
Sumber lain mengatakan bahwa pada abad ke-20, William James menjelaskan bahwa tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas daripada akal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu selalu berubah, karena di dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran yang mutlak yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat berubah oleh pengalaman berikutnya. Contoh lain, dalam teori ekonomi: jika permintaan tinggi, penawaran sedikit maka harga akan naik. Dengan adanya teori ini, maka pemerintah berusaha mencari solusi agar harga barang dan jasa tidak naik.
Kriteria pragmatisme dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya.
D. Ukuran Suatu Kebenaran
Ada teori sains ekonomi : bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka harga akan naik. Teori ini sangat kuat karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi hukum, yang disebut dengan hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan hukum ini, maka kemungkinan benar jika dihipotesiskan : jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik. Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah, kita cukup melakukan dua langkah. Pertama, kita uji apakah teori itu logis? Kemudian, apakah logis jika hari hujan lalu harga gabah akan naik ? jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan menurun, jumlah orang yang memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras, kesempatan tersebut dimanfaatkan pedagang beras untuk memperoleh untung sebesar mungkin, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus harga beras akan naik. Hipotesis tersebut benar untuk poin pertama. Kedua, uji empiris, dimana perlu dilakukan eksperimen untuk membuktikan hipotesis. Caranya, buatlah hujan buatan selama mungkin, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari daerah lain tidak masuk. Periksalah pasar, apakah harga beras naik ? secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang mengganti makanannya dengan selain beras. Jika eksperimen itu dikontrol dengan ketat, hipotesis tadi pasti didukung dengan kenyataan. Jika didukung oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu akan menjadi teori, dan teori itu benar, karena logis dan empiris.
Ukuran kebenaran sesungguhnya tergantung pada apakah sebenarnya yang diberikan kepada kita oleh metode-metode untuk memperoleh pengetahuan. Jika apa yang dapat kita ketahui adalah ide-ide kita, maka pengetahuan hanya dapat terdiri dari ide-ide yang dihubungkan secara tepat, dan kebenaran merupakan keadaan saling berhubungan di antara ide-ide tersebut atau keadaan saling berhubungan di antara proporsi-proporsi. Jika sebaliknya, kita dengan suatu cara tertentu mengetahui kenyataan, maka pengetahuan atau ide-ide yang benar terdiri dari kesesuaian antara ide-ide dengan apa yang diwakilinya.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia perlu mengetahui dan akan selalu ingin mengetahui hal yang berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi dalam sejarah hidupnya. Selama manusia hidup maka mereka akan terus menerus menggali gejala gejala tersebut dalam rangka memenuhi nafsu keingintahuannya. Hal ini sudah menjadi dasar dari sifat manusia bahwa manusia tak akan pernah puas terhadap sesuatu sehingga perlu untuk menggali lebih dalam terhadap suatu gejala yang ajeg. Pembahasan yang mendalam terhadap suatu yang ajeg itulah yang manusia katakan sebagai ilmu.
Sehingga manusia memandang ilmu adalah sesuatu yang memiliki peranan yang penting dalam hidup manusia dalam rangka memecahkan masalah-masalah hidupnya.
Bersandar pada pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia, maka kebenaran suatu ilmu menjadi pembahasan yang penting dalam kaitan ilmu yang secara praktis diharap mampu memecahkan masalah
Rumusan masalah dalam tulisan ini, yaitu:
1. Apa Pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia?
2. Apa sajakah teori-teori kebenaran?
3. Bagaimana ukuran kebenaran?
Sehingga tujual dibuatnya tulisan ini adalah:
1. Mengetahui pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia
2. Mengetahui Teori-teori kebenaran
3. Mengetahui ukuran suatu kebenaran
B. Pentingnya Ilmu Bagi Manusia
Di dalam hidupnya manusia pada dasarnya mempunyai tugas yaitu untuk mengerti segenap gelaja hidup yang ditemuinya dalam perjalanan sejarah hidupnya. Hal ini muncul karena sesungguhnya manusia tidak pernah puas terhadap pengetahuan yang telah diperolehnya dalam arti pengetahuan yang berjalan sehari-hari yang berjalan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Oleh karena itu manusia ingin mencari kepuasan yaitu melalui pembahasan yang mendalam terhadap gejala yang ajeg, walaupun tak ada satu metode pun baik formal maupun informal yang menyatakan bagaimana cara memulai, apa yang harus dilakukan, dan menarik kesimpulan apa yang harus dicari dalam pengetahuan ilmiah. Namun manusia merasa bahwa ilmu adalah sesuatu yang merupaka hasil usaha manusia untuk memperadab dirinya.
Dengan berpangkal pada masalah bahwa ilmu adalah suatu pengetahuan untuk memperadab dirinya maka terdapatlah beberapa sikap terhadap ilmu, mengapa ilmu dirasa penting dalam hidupnya. Hal-hal itu antara lain:
1. Segi praktis, karena pemecahannya atau penyelesaiannya sangat berguna dalam kehidupan praktis, hal ini jika ilmu yang sebenarnya yang jelas jelas merupakan suatu yang jelas-jelas merupakan yang paling baik dari yang dimiliki sebagai pengetahuan.
2. Segi teoritik, manusia hampir tak punya sesuatu yang lebih baik dari ilmu dalam menerangkan atau menjelaskan kejadian-kejadian di sekelilingnya baik sosial maupun alami. Ilmu memberikan penjelasan pada manusia.
Perlu diperhatikan bahwa prinsip dari pentingnya ilmu adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam segala bidang. Oleh karena itu pengalaman manusia mengenai penyelidikan atau penelitian ilmiah diharapkan untuk dapat memberikan jawaban terhadap problema-problema yang mungkinkan muncul setiap saat., dan diharapkan mempu mengadakan perubahan yang bersifat besar dalam kehidupan manusia. Namun, ilmu untuk sebagian besar hanya memberikan pernyataan yang bersifat mungkin atau keadaan boleh jadi. Hal yang demikian menunjukkan bahwa ilmu bukanlah sesuatu yang pasti (kebenaran mutlak), dan jika manusia menemukan sesuatu yang pasti dimana penemuan itu menolak atau menentang apa yang dipertahankan suatu ilmu, maka ilmu itu perlu ditinjau kembali apakah ilmu itu masih relevan ataukan harus digugurkan. Jadi disini manusia dalam memperadap dirinya menganut fleksibilitas yang sesuai dengan hasil penemuan yang lebih akhir.
C. Teori-Teori Kebenaran
1. Teori Korespondensi
korespondensi paling awal dan paling tua yang berangkat dari teori pengetahuan Aristoreles yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita ketahui dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek. Teori korespondensi ini pada umumnya dianut oleh para pengikut realisme. Diantara pelopor teori ini adalah Plato, Aristoteles, Moore, Russel, Ramsey, dan Tarsky. Teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970). Menurut teori korespondensi, suatu pernyataan dapat bernilai benar bila materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. atau dapat diartikan suatu kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Menurut teori ini, kebenaran dapat dibuktikan langsung melalui fakta-fakta yang dapat diinderai.
Sebagai contoh perhatikan pernyataan berikut ini “si A sedang mengalami depresi berat” dapat dipandang sebagai suatu pernyataan yang benar jika secara faktual memang si A sedang mengalami depresi berat”. Perhatikan pernyataan berikut “Jakarta adalah ibu kota Negara Republik Indonesia”. Pernyataan tersebut benar karena kenyataannya Jakarta memang ibu kota Negara Republik Indonesia. Kebenarannya terletak pada hubungan antara pernyataan dan kenyataan.
Di dalam Dictionary Of Philosophy, Dagobert D Runes menyebutkan kebenaran kerespondensi sebagai berikut: “the theory that the truth of propositons is determined by the existence of some one –one correspondence between the terms of the propositon and the elements of some fact”. Inti dari pernyatan terseut adalah kebenaran korespondensi adalah benarnya pemikiran karena terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Dalam hal ini relevansi dibuktikan dengan adanya kejadian yang sejalan atau yang berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan.
Bagi peganut positivisme dan positivisme – logis, menyebutka bahwa kebenaran seharusnya yang berkoresponding. Hal ini sesuai dengan dasar filosofisnya yag menyatakan bahwa proposisi yang benar manakala dapat diverifikasi. Adapun verifikasinya itu sendiri pada prinsipnya harus berdasarkan pada observasi. Hal ini diungkapkan oleh A. Ayer dalam karanganya yang berjudul “Language, Truth And Logic”.
2. Teori Koherensi
Teori Koherensi sudah ada sejak masa pra Sokrates, kemudian dikembangkan oleh Spinoza dan Hegel. Teori ini menganggap suatu pernyataan dikatakan benar jika didalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Atau dapat dikemukakan juga bahwa proporsi bernilai benar bila proporsi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan dari proporsi terdahulu yang bernilai benar dalam suatu pemikiran yang saling berhubungan secara logis sistematik. Jika teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
Sebagai contoh jika kita mempunyai pengetahuan tentang perang Diponegoro, maka dalam pembuktiannya kita tidak dapat melihat secara langsung melalui pengalaman indera melainkan kita harus membuktikan melalui hubungan proposisi-proposisi, yaitu dari proporsisi yang kita miliki dengan proposisi atau gagasan terdahulu yang merupakan satu sistem pemikiran yang saling berhubungan secara logis sistematik melalui cerita atau buku-buku sejarah atau melalui peninggalan sejarah yang mengungkap saat kejadian itu. Dengan demikian kebenaran itu diuji melalui kejadian-kejadian sejarah atau fakta-fakta sejarah.
Bentuk pengetahuan yang penyusunannya dan pembuktiannya didasarkan pada teori koheren adalah:
a. Matematika dan turunannya. Contoh: 4 + 4 = 8 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang sudah disepakati oleh komunitas matematika.
b. Proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi lain yang benar. Misalnya, mahasiswa yang baik: koheren antara kemauan belajar, disiplin, kejujuran intelektual, dan fasilitas lain.
c. Makna yang dikandung saling berhubungan dengan pengalaman kita. Misal, proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1954. Hal ini dapat dibuktikan melalui sejarah atau afirmasi kepada oarang yang mengalami/mengetahui kejadian ini.
d. Rumus: Truth is a systematic coherence, kebenaran adalah saling berhubungan yang sistematis dan truth is consitency, kebenaran adalah konsisiten dan kecocokan. Pernyataan dan kesimpulan yang ditarik konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan yang terdahulu. Jika A=B dan B=C, maka A=C. Misal, Jika semua akan mati dan Fulan adalah manusia, maka Fulan akan mati. Secara deduktif dibuktikan bahwa ketiga pernyataan adalah benar.
3. Teori Pragmatis
Pragmatism berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan. Pragmatism adalah aliran filsafat yang dikembangkan oleh William James, dan John Dewey. Teori kebenaran pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa “kebenaran suatu pernyataan dapat diukur dengan menggunakan kriteria fungsional.” Suatu pernyataan benar, jika pernyataan tersebut memiliki fungsi atau kegunaan dalam kehidupan praktis. Dengan kata lain benar-tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar dilihat dari realisasi proposisi itu. Dengan kata lain benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi. Kebenaran, kata Kattshoff, merupakan gagasan yang benar dan dapat dilaksanakan dalam suatu situasi. Sehingga kata kunci untuk teori ini ialah “dapat dilaksanakan” dan “berguna”. Jadi, para penganut teori ini mengatakan bahwa benar-tidaknya sesuatu tergantung pada dapat tidaknya proposisi itu dapat dilaksanakan, dan apakah proposisi itu berguna.
Ilustrasi teori ini menurut Dewey, dimisalkan kita sedang tersesat di tengah hutan. Kepada diri sendiri kita berkata dengan yakin bahwa “jalan keluarnya adalah ke arah kiri”. Pernyataan ini akan berarti jika kita benar-benar melangkah ke kiri. Selanjutnya, pernyataan ini benar apabila arah ke kiri itu pada akhirnya mengakibatkan konsekuensi positif, yaitu benar-benar dapat membawa kita keluar dari hutan. Jadi, kebenaran menurut pragmatisme ini bergantung kepada kondisi-kondisi yang berupa manfaat, kemungkinan yang dapat dikerjakan, dan konsekuensi yang memuaskan.
Sumber lain mengatakan bahwa pada abad ke-20, William James menjelaskan bahwa tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas daripada akal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu selalu berubah, karena di dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran yang mutlak yang ada adalah kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus, yang setiap kali dapat berubah oleh pengalaman berikutnya. Contoh lain, dalam teori ekonomi: jika permintaan tinggi, penawaran sedikit maka harga akan naik. Dengan adanya teori ini, maka pemerintah berusaha mencari solusi agar harga barang dan jasa tidak naik.
Kriteria pragmatisme dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan, demikian seterusnya.
D. Ukuran Suatu Kebenaran
Ada teori sains ekonomi : bila penawaran sedikit, permintaan banyak, maka harga akan naik. Teori ini sangat kuat karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi hukum, yang disebut dengan hukum penawaran dan permintaan. Berdasarkan hukum ini, maka kemungkinan benar jika dihipotesiskan : jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik. Untuk membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah, kita cukup melakukan dua langkah. Pertama, kita uji apakah teori itu logis? Kemudian, apakah logis jika hari hujan lalu harga gabah akan naik ? jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur padi, penawaran beras akan menurun, jumlah orang yang memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras, kesempatan tersebut dimanfaatkan pedagang beras untuk memperoleh untung sebesar mungkin, maka harga beras akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus harga beras akan naik. Hipotesis tersebut benar untuk poin pertama. Kedua, uji empiris, dimana perlu dilakukan eksperimen untuk membuktikan hipotesis. Caranya, buatlah hujan buatan selama mungkin, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari daerah lain tidak masuk. Periksalah pasar, apakah harga beras naik ? secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang mengganti makanannya dengan selain beras. Jika eksperimen itu dikontrol dengan ketat, hipotesis tadi pasti didukung dengan kenyataan. Jika didukung oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu akan menjadi teori, dan teori itu benar, karena logis dan empiris.
Ukuran kebenaran sesungguhnya tergantung pada apakah sebenarnya yang diberikan kepada kita oleh metode-metode untuk memperoleh pengetahuan. Jika apa yang dapat kita ketahui adalah ide-ide kita, maka pengetahuan hanya dapat terdiri dari ide-ide yang dihubungkan secara tepat, dan kebenaran merupakan keadaan saling berhubungan di antara ide-ide tersebut atau keadaan saling berhubungan di antara proporsi-proporsi. Jika sebaliknya, kita dengan suatu cara tertentu mengetahui kenyataan, maka pengetahuan atau ide-ide yang benar terdiri dari kesesuaian antara ide-ide dengan apa yang diwakilinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar